OWOB Bahas Buku Yang Menari Dalam Bayangan Inang Mati

OWOB Bahas Buku Yang Menari Dalam Bayangan Inang Mati

IDENTITAS BUKU

Judul Buku: Yang Menari dalam Bayangan Inang Mati
Penulis: Ni Made Purnama Sari
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: Oktober, 2022
Tebal halaman: 172 Halaman
ISBN: 978-602-481-926-2 (PDF)

Pengulas: @utamyyningsih


SINOPSIS

Inilah kisah seputar Bali periode 1970-an, ketika pulau ini berhadapan dengan suatu peralihan zaman nan lekas, antara pelupaan tragedi 1965 dan penerimaan turisme modern, antara pertanyaan seputar akar budaya dan keterbukaan era kosmpolitanisme hari ini. Dalam silang zaman itulah kesenian menjadi titik pusat segala peristiwa. Apakah Putu yang serba gamang terselamatkan hidupnya, ataukah sebaliknya, justru luka-luka lamanya tiada tersembuhkan?
***
Perjalanan Putu bersama dunia tari yang amat ia cintai, membawanya pada pertemuan-pertemuan dengan maestro seni dari berbagai bidang. Putu sangat menikmati pencapaiannya. Namun, bersamaan dengan itu, di setiap langkah yang ia tapaki untuk menjadi penari tersohor, ada kisah masa lalu yang mengganggunya.


Secara utuh, saya suka buku ini. Namun, di beberapa bagian butuh waktu untuk memahami narasi dan istilah-istilah dalam bahasa Bali. Selesai membaca, sebagai seseorang yang juga orang tuanya terkena peraturan Bersih Diri Bersih Lingkungan, saya sangat relate dengan cerita Putu yang seperti kehilangan haknya untuk mengakses banyak hal.
Selengkapnya di http://www.sukasukauta.my.id

BAHAS BUKU

Bagi Kak Uta untuk menyelesaikan buku ini hanya membutuhkan waktu empat hari. Melalui ulasannya akan bisa menjawab apakah bukunya horor atau tidak. Sekaligus memantik pertanyaan saat diskusi membahas buku tersebut.

Bacaan dengan halaman tipis tapi isinya berat. Bahkan di halaman awalnya terlalu bermain kata-kata. Jadi, kalau nggak punya niat yg kuat untuk menyelesaikan, pasti akan langsung mundur. Saya sendiri baru bisa “masuk” dalam buku ini, menjelang halaman 20an. Ada 3 bagian dalam buku ini.

Yang membuat penasaran menyelesaikan buku ini karena ceritanya tentang anak dari korban peraturan Bersih Diri Bersih Lingkungan, pas zaman orba. Dan ini menurut saya tidak adil, sih. Bapak saya salah satu korbannya. Gara-gara kakeknya dianggap bagian dari kelompok kiri, bapak saya dipecat, seumur hidup tidak boleh jadi PNS. Padahal dalam hal prestasi, bapak saya masuk 4 besar saat seleksi kantornya waktu itu.

Sampai sekarang bapak saya masih trauma. Beliau sampai menitip pesan, besok lusa kalau cucuku mau daftar PNS, jangan masukkan namaku sebagai kakeknya. Gara-gara peraturan Bersih diri Bersih Lingkungan itu juga bapakku terpisah selama sekitar 40an tahun dengan saudara-saudaranya. Jadinya curhat ini. Itu gambaran kenapa saya suka banget buku-buku bertema 65 dan 98. Saya selalu penasaran tentang dua peristiwa itu.

Makin seru dan makin penasaran bagaimana kisahnya Putu saat menyangkut peristiwa 65. Sebenarnya Putu tidak terlibat langsung. Ayah ibunya yg disinyalir bagian dari kelompok kiri. Putu ini sering dihina sebagai anak di luar nikah. Ibunya juga di-cap sebagai penari yang nggak bener. Sedikit pemberitahuan bahwa ada adegan dewasa yang tertulis dalam buku.

Jadi Putu dirawat neneknya karena ayah ibunya kabur? Iyaa, Kak. Kabur. Neneknya juga punya kisah malunya sendiri yg terbilang menyedihkan juga. Ibunya Putu itu anak satu-satunya. Eh, typo. Maksudku kisah masa lalunya, hahahah. Neneknya ini pisah sama suaminya. Terus pas balik lagi ke kampung, ternyata nggak diterima. Diasingkan gitu. Aku nangkepnya neneknya ini dianggap aib krna pisah sama suami. Tahu sendiri, kan, stigma orang-orang sama single mother.

Dari judul buku ini terlihat menjelaskan masalah Putu. Yang Menari dalam Bayangan Inang Mati, inang yang bisa diartikan sebagai orang tua.

Sejarah Bali secara detail tidak ada, hanya ada penggambaran tentang Bali di tahun 1970-an. Bagaimana Bali baru merintis sebagai daerah yg menjual pariwisata. Ada banyak nama yang disebutkan terkait kesenian Bali dalam buku ini. Pada masa itu juga ada semacam perbedaan ideologi di kalangan kaum maestro seni. Ada yg merasa beberapa tarian itu seharusnya tidak dikomersilkan alias cukup jadi bagian adat dan kepercayaan mereka. Ada juga yg berpikiran sebaliknya

Seandainya narasi dalam buku ini tidak berat. Sebenarnya asik untuk selesai dalam satu hari. Tapi bahasannya dan kalimatnya yang majas jadi agak lama karena sambal bolak-balik cek google untuk tahu beberapa istilah.

Kutipan favorit ada di bagian blurbnya. Itu menggambarkan buku ini secara utuh. Tentang makna pergi dan pulang. Kau pulang tapi adakah kau kembali? Kau tiba, namun sungguhkah kau telah sampai?

Notulen : Ayu Rahayu Hanafiah

Tinggalkan komentar