OWOB Bahas Buku Rokat Tase

OWOB Bahas Buku Rokat Tase

IDENTITAS BUKU

Judul: ROKAT TASE (Kumpulan Cerpen)
Penulis: Muna Masyari

Penerbit : Kompas

Tahun Terbit : 2020

Tebal : 178 halaman

Pengulas: @jurnalviandry

SINOPSIS

Dua puluh judul cerpen karya Muna yang mengangkat adat kehidupan orang Madura. Rokat Tase, salah satu judul cerpen yang mengangkat kisah tentang budaya bersyukur terhadap laut.

Konflik Rokat Tase antara menantu yang memiliki paham agama yang kuat berlawanan dengan bapak mertua yang berpegang teguh pada warisan leluhur. Dan akhir kisahnya sungguh tak terduga.

Judul lainnya tidak kalah greget ceritanya. Beberapa judul yang membuat tidak habis piker pada salah satu tokoh ‘Perempuan Pengungsung Keranda’, yang bercerita penantian seorang ibu terhadap anaknya yang merantau ke Malaysia. Setiap menjelang maghrib ia menunggu langkah anak laki-lakinya yang tak kunjung dating. Hingga kabar yang membuat sesal tak ada artinya pun datang. Dilihat dari judulnya harusnya laki-lakilah yang mengusung keranda, tapi di desa ini tidak ada laki-laki baligh yang tinggal di desa. Mereka lebih memilih merantau ke Malaysia yang lebih menghasilkan uang.

‘Pengembala’, seorang pengembala yg diajarkan oleh bapaknya bahwa untuk membuat kambing tidak repot jangan diberi tali 2 m. Kambing akan susah diatur, sebaiknya 1 m saja talinya agar mudah mengatur.
Begitu menikah si penggembala menjalani rumah tangga seperti ajaran bapaknya mengembala. Dan endingnya tak terduga.
Judul-judul lainnya Nyeor Pete, Kasur Tanah, Tambang Sapi Karapan, Kuburan Keenam, Celurit Warisan, Talak Tiga, Sumber Tomangar, Ladang Gadung dan Penari Duplang, Gesekan Biola dan lainnya.

BAHAS BUKU

Kumcer Rokat Tase memuat 20 judul:

1. Gentong Tua

2. Rokat Tase

3. Nyeor Pote

4. Kasur Tanah

5. Perempuan Pengungsung Tenda

6. Tambang Sapi Karapan

7. Kuburan Keenam

8. Celurit Warisan

9. Talak Tiga

10. Sumber Tomangar

11. Ladang Gadung dan Penari Duplang

12. Gesekan Biola

13. Sumur

14. Hari Keseribu

15. Pelukis Pasir Jamiyang

16. Pemesan Batik

17. Mantra Kotheka

18. Pengembala

19. Warisan Leluhur

20. Lubang

Alasan kumcer Rokat Tase perlu dibahasd karena pengulas ingin berbagi keseruan dalam menyelami kisah-kisah cerpen Kak Muna. Juga ingin ikut menyebarkan kebiasaan-kebiasaan budaya kehidupan Madura. Pengulas sendiri pun masih awam tentangn budaya Madura.

Genre kumcer ini dilihat dari sampulnya adalah fiksi dan sastra. Judul yang menjadi favorit pengulas adalah Perempuang Pengusung Keranda. Dalam cerpen ini mengisahkan seorang ibu yang ditinggalkan anaknya untuk pergi merantau ke Malaysia. Setiap pagi selalu menunggu kepulangan anaknya sayangnya belum ada jawabannya. Kenapa perempuan yang jadi pengusungnya? Ternyata di desa itu laki-laki dewasanya lebih memilih ke Malaysia untuk mencari rezekinya. Termasuk suami si Ibu. Meski tidak terima anaknya pergi, tapi paksaan dari suaminyalah yg akhirnya memberikan izin pergi. Sayangnya ending yg menyesakkan datang. Anaknya pulang bukan membawa uang segepok tapi kabar duka yg datang. Dan suaminya pun tidak datang di hari pemakaman. Lebih memilih menemani istri mudanya lahiran.

Benar merah kumcer ini adalah tentang budaya Madura. Rokat Tase ini adalah nama seperti upacara terima kasih kepada laut kak. Judul cerpen yg dijadikan judul buku ini berkisah antara menantu dan bapak mertua. Menantunya yg lelakinya anak lulusan pondok. Sedangkan bapak mertua adalah pelayan yg masih memegang adat.Di hari Rokat Tase menantunya tidak.mau membantunya bahkan berdebat dgn bapak mertua bahwa upacara itu bukan ajaran islam. Hingga suatu hari si bapak menyuruh menantunya merasakan betapa kerasnya menjadi pelayan. Sayang kabar kepulangannya hanya kabar kapalnya pecah di tengah laut. Karena daerahnya tidak bisa menghasilkan apapun, ya akhirnya memilih jadi TKI.

Mantra Kotheka itu semacam keajian/pelet gitu, ya. Jadi seperti ini kisahnya. Ada seorang janda muda yg bekerja sebagai perias pengantin memiliki anak perempuan. Hingga suatu saat ia didekati pemuda yg masih muda dan pastinya belum pernah nikah. Yg akhirnya menikahlah mereka. Cerita ini dari sudut pandang anaknya. Menurut anaknya bapak tirinya memang baik banget sama ibunya. Hanya saja ia yg harus menerima akibat pernikahan ibunya yg sudah tua dgn perjaka. Orang2 mengira bahkan menuduh Ibunya menggunakana mantra kotheka untuk menggaet suaminya. Hingga menyebabkan si anak menjadi perawan tua. Yg awalnya tidak meyakini kata orang akhirnya melekat dalam sanubarinya.

Nyeor : kelapa, Pote: putih. Jadi ada kebiasan orang madura kalau lahiran anak akan menanam kelapa putih di samping rumahnya. Nah, si tokoh perempuan ini memiliki pohon kelapa yg tidak pernah berbuah hingga bertahun2 pernikahannya. Sampai suaminya menikah lagi dan berhasil memiliki anak dari istri mudanya. Hemm apa yg dilakukan tokoh perempuan? Ya seperti itulah, ia mengharapkan tanaman kelapa si bayi tidak tumbuh.

Budaya maupun kemodernisasi tidak boleh saling memaksakan. Jadi harus meresapi dgn hati & pikiran yg dingin. Semoga penulisnya makin banyak inspirasi dari budayanya. Saya membaca hanya ingin bersenang-senang. Berharap semoga nanti ada yang baca buku ini. Bahwa hidup kita bersinggungan dgn budaya, semoga kita masih bisa menerapkannya dengan berbagi perubahan.

Notulen: Ayu Rahayu Hanafiah

Tinggalkan komentar